Sunday 25 February 2007

memaknai pernikahan

saya membuat tulisan ini bukan karena saya akan segera menikah. bukan pula karena saya telah merasa punya banyak ilmu tentang pernikahan. tulisan ini hnya sebuah kado untuk ibu saya yang pada tanggal 21 februari 2007 telah menikah lagi. (Barakallahu laka wa baraka alayka wa jama'a baynakuma fii khair)

saat ini tampaknya banyak orang yang salah memaknai arti sebuah pernikahan. banyak orang yang salah dalam menjalankan sebuah bahtera pernikahan. banyak orang ang salah dalam menyusun pondasi pernikahan. mungkin semua disebabkan kesalahan paradigma yang digunakan dalam melihat pernikahan.

banyak yang memandang persamaan adalah kunci keberhasilan dalam pernikahan. banyak yang menikah karena merasa sama dengan yang akan dinikahi. banyak yang menikah karena sepemikiran dengan yang dinikahi. menikah karena sevisi dalam menjalani kehidupan. paradigma itu memang benar tapi kurang tepat. sebab sebenarnya menikah bukannya menyatukan persamaan, tetapi menyatukan beragam perbedaan untuk dapat saling melengkapi. pria baik-baik hanya untuk wanita baik-baik, dan wanita baik-baik hanya untuk pria baik-baik.

banyak yang menganggap menikah hanya untuk menyatukan dua hati. mereka menikah hanya untuk menyalurkan rasa cinta mereka. mereka tak peduli terhadap pandangan orang lain tentang pernikahan mereka. dan mereka menikah karena terdorong oleh ego dan nafsu mereka. padahal pernikahan adalah salah satu upaya perkembangbiakan manusia. pemeliharaan eksistensi manusia. eksistensi manusia yang manusia. manusia yang memiliki budaya manusia dan bertingkah sesuai fitrahnya sebagai manusia. sekaligus cara pewarisan budaya yang ada.

banyak yang menikah karena hanya ingin bisa menyalurkan birahi saja. mereka memilih menikah hanya sebagai syarat untuk melegalkan keinginan birahi mereka. mereka tidak mempersiapkan diri untuk melakukan sebuah pendidikan keluarga. mereka kurang menyiapkan diri untuk memelihara keturunan mereka. padahal menikah bukan hanya untuk itu. menikah berarti langkah untuk menguatkan keimanan. menikah pun merupakan usaha untuk saling melindungi dan menguatkan. menikah memiliki konsekuensi yang cukup berat. karena berarti setelah menikah maka akan ada tugas pembentukan generasi penerus yang lebih baik dari mereka. minimal tugas mereka adlah menjadi teladan bagi para generasi penerus mereka.

mungkin kesalahan-kesalahan paradigma tersebut yang memicu orang untuk memilih tidak menikah. mungkin pula hal itulah yang memilih orang untuk mengharamkan/ menolak poligami. mungkin fenomena kawin-cerai disebabkan kesalahan pradigma juga. mungkin itu pula yang menjadikan orang merasa aneh dengan pernikahan kedua atau lebih di usia lanjut.

menikah bukan hanya untuk menyatukanm dua hati, atau menyalurkan birahi, atau menyatukan persamaan. menikah adalah sebuah bentuk ibadah. di dalamnya ada usaha untuk saling melengkapi dan menguatkan. ada usaha pewarisan dan pelestarian budaya. ada proses edukasi untuk menciptakan generasi penerus yang lebih baik. ada hal-hal yang tentunya tak bisa diketahui jika belum menikah, meskipun telah hidup bersama.

Sunday 18 February 2007

mari bercita-cita untuk mati

terinspirasi oleh postingan salah seorang saudara saya, sekaligus sebagai klarifikasi dari replyan saya pada postingan tersebut, maka tulisan ini saya hadirkan untuk anda.

mati merupakan perkara yang terlihat mudah. padahal jika direnungi lebih dalam, mati merupakan hal yang sangat sulit. banyak anggapan bahwa semua makhluk hidup akan mati. kematian bisa menunggu ajal, bisa pula dengan mempercepat ajal, dengan dengan cara bunuh diri. namun, apakah orang yang mati itu memang telah mati?

sesuatu dapat dikatakan telah mati jika sebelumnya dia pernah hidup. jadi untuk mengetahui seperti apa itu mati, kita perlu tahu bagaimana agar bisa dikatakan hidup. sebab mati dan hidup adalah dwi tunggal,(ini klarifikasi terhadap replyan saya pada blog saudara saya. ada sebutan benda mati karena ada benda hidup. seandainya tak ada kematian maka tak akan ada kehidupan.

bagi manusia, hidup bukan hanya berarti dapat bergerak, tumbuh, makan dan minum, istirahat, berkembang biak dan berfikir. manusia dapat dikatakan hidup jika ia telah dapat menjalankan fitrahnya. manusia bukanlah makhluk dunia yang mempelajari ilmu langit, tetapi manusia adalah makhluk langit yang sedang mempelajari ilmu dunia.

pernahkah terpikir alasan kenapa manusia bisa hidup di dunia ini? atau lebih luas lagi, kenapa dunia ini bisa ada? apakah karena kebutulan terjadi big bang atau apapun itu? atau memang telah ada yang merencanakan untuk pembuatan kehidupan ini? jika memang ada yang merencanakan, tentunya sang perencana itu pun memiliki sesuatu terhadap manusia.

kembali ke mati. apakah kini kita telah yakin bahwa diri ini memang hidup? apakah jiwa anda telah merasa yakin kelak akan mati? apakah kelak kematian akan membuat kita mati? atau sebenarnya saat ini kita masih mati? lalu bagaimana kita akan dianggap mati saat kematiaan kita datang, jika saat ini saja kita belum pernah hidup. maka bercita-citalah untuk bisa mati, karena berarti saat ini kita harus berusaha untuk hidup, karena untuk bisa mati kita harus bisa hidup terlebih dahulu, atau maukah kita disebut sebagai makhluk mati selamanya?.

Sunday 11 February 2007

Sebongkah Hati untuk Pemerintah

Beberapa waktu yang lalu saya menyempatkan diri untuk pulang ke kampung halaman, sebab sejak beberapa hari sebelumnya ibu menyuruh saya untuk segera pulang. Memang sudah hampir 5 bulan saya tidak ke kampung halaman. Maklum, tangerang – bandung bukanlah jarak yang terlalu jauh, selain itu aktivitas saya sebagai mahasiswa, pengurus senat mahasiswa sekaligus pekerja paruh waktu telah menyita waktu saya untuk sekadar pulang kampung. Tapi, bahasan kali ini bukanlah tentang pulang kampung alias mudik, walaupun masih ada kaitannya sedikit.

Setelah hampir 5 bulan tidak melihat kota Tangerang, saya cukup terpesona melihat perubahan di kota Tangerang. Perbaikan fasilitas umum, renovasi bangunan sekolah, bahkan jalanan setapak di sekitar lingkungan tempat ibu saya tinggal mengalami perbaikan. Setelah saya tanya ke ibu saya yang merupakan seorang PNS, beliau menyatakan bahwa itu adalah kebijakan pemerintah daerah. selain perbaikan jalan, pemda pun memberikan secara gratis kompor gas sekaligus tabung gas kepada keluarga yang berpenghasilan 1 juta ke bawah. Hal ini semakin meyakinkan saya bahwa pemerintah memang masih memiliki kepedulian terhadap rakyatnya.

Beberapa hari sebelum pelaksanaan Ujian Asik Sekali (plesetan saya dan beberapa teman saya tentang kepanjangan UAS (Ujian Akhir Semester)) dosen mata kuliah pembangunan desa dan perkotaan memberikan tugas untuk meneliti kebijakan pemerintah di desa dalam hal pembangunan. Saat itu saya dan kelompok yang terbentuk mendapatkan tema tentang pendidikan. Hasil penelitian itu adalah pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar satu milyar per desa untuk pembangunan desa, salah satu bentuk pemanfaatan dana tersebut adalah adanya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Sasaran utama program ini adalah anak-anak usia 0 – 5 tahun dari keluarga kurang mampu. Namun, pendidikan kepada orang tua pun tetap mendapat perhatian dari program ini. Hal ini bertujuan agar orang tua dapat mengetahui kebutuhan ideal dari sang anak sekaligus memotivasi anaknya yang masih balita untuk mengembangkan diri. Untuk lebih jelas tentang PAUD mungkin anda bisa mencari sendiri.

Begitu banyak program-program pemerintah yang menunjukkan masih adanya kepedulian pemerintah terhadap pencapaian tujuan negara. Sayangnya, program-program itu hanya diketahui sedikit orang karena kurang diekspose. Mungkin hal inilah yang menyebabkan banyaknya orang-orang yang tidak percaya kepada kepedulian pemerintah.

Saya sering mendengar atau membaca keinginan untuk mengganti sistem pemerintahan dengan sistem kekhilafahan. Bukannya saya tidak setuju, namun satu hal yang masih mengganjal dalam pikiran saya, sudah sedalam apa para promotor kekhilafahan memahami teknis pelaksanaan sistem khilafah? Saya sempat membaca sebuah poster yang isinya “dengan sistem khilafah permasalahan iran dan lapindo akan selesai”, karena penasaran saya pun bertanya ke orang yang terlibat dalam pembuatan poster itu, mengenai cara pemecahan permasalahan dengan sistem khilafah. Sayangnya jawaban orang tersebut adalah “perlu kajian untuk membahas hal itu”. Saya sungguh kecewa dengan sikap seperti itu. Sudah dua pertanyaan saya yang bertujuan untuk melihat sudah sesiap apa promotor sistem khilafah yang belum mendapat jawaban. Seandainya saja yang bertanya adalah orang yang anti pati terhadap sistem khilafah, kemungkinan respon yang didapat adalah penjelekkan para promotor kekhilafahan. Memang saya tidak bisa menilai kesiapan para promotor hanya dari sebagian kecil promotor yang ada disekitar saya, karena kita tidak bisa menggeneralisasikan sesuatu hanya dari sampel yang sangat kecil dan tidak representatif. Namun, setidaknya kejadian di atas bisa menjadi image buruk bagi promotor secara umum. Seandainya anda adalah salah seorang yang sering mempromosikan sistem khilafah untuk mengganti sistem pemerintahan yang sudah ada, cobalah anda berkunjung ke sini. Cobalah pecahkan masalah yang diajukan.

Tulisan ini hanya ingin menunjukkan bahwa, pemerintah masih punya kepedulian terhadap rakyatnya. Mengurus sebuah negara merupakan hal yang sangat sulit dan rumit. Begitu banyak masalah yang harus dipecahkan, begitu banyak masalah yang muncul kepermukaan. Bahkan bagi Indonesia intervensi asing masih menjadi kendala bagi pemerintah untuk bisa menjaga kestabilan dan kemandirian pemerintahan.

Imam Hasanal-Banna pernah mengatakan “Kewajiban yang ada lebih banyak daripada waktu yang tersedia”. Hal itu pula yang dialami pemerintah saat ini. Maka sebagai penduduk yang baik, sudah selayaknyalah kita membantu pemerintah dengan tidak menimbulkan masalah dan memberikan dukungan kepada pemerintah dalam menyelesaikan masalah-masalah yang ada. Tentu nya hal itu tetap diringi dengan kewaspadaan kita terhadap penyimpangan oknum-oknum pemerintah yang dapat memperburuk image pemerintah dan merugikan kita dan orang lain.