Sunday 18 November 2007

menjadi pahlawan bag.1 (kesalahan pandangan)

apa yang terlintas dipikiran anda ketika mendengar kata pahlawan? siapakah yang menurut anda layak mendapat gelar pahlawan? berapa jumlah pahlawan -baik yang mengaku atau diakui- yang pantas mendapat gelar pahlawan yang anda tahu? dan apakah anda layak menjadi seorang pahlawan?

ada beberapa poin penting yang patut diluruskan dalam opini masyarakat terkait dengan seorang pahlawan. jika kita bertanya kepada seorang anak-anak (termasuk orang dewasa yang masih berpikir dengan pola pikir anak-anak) tentang siapakah pahlawan itu, mungkin jawaban yang keluar adalah orang yang memiliki kekuatan yang tidak dimiliki oleh orang pada umumnya dan menggunakannya untuk menolong orang lain. Bisa pula dikatakan bahwa pahlawan adalah para tokoh yang ada dalam film-film atau komik yang sering tonton atau dibaca. Dalam pandangan umum pun pahlawan bisa berarti sebagai orang yang bertempur di medan perang. Pahlawan sering diidentikkan dengan orang-orang yang memiliki kemampuan luar biasa, sehingga terkesan bahwa kesempatan untuk menjadi seorang pahlawan tidak untuk semua orang.

bersambung...

Sunday 11 November 2007

Kontroversi ayat-ayat cinta (buku dan film)

sebuah hasil pemikiran akan selalu memiliki pihak-pihak yang pro dan kontra (netral juga). Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan dalam pola pikir, sudut pandang, alat analisa, wawasan, ilmu, dan perbedaan pada beragam hal lainnya. Tidak terkecuali hasil pemikiran yang berbentuk karya seni. Lihat saja kasus ayat-ayat cinta.

Pada kawasan Indonesia, buku novel ayat-ayat cinta sebagai hasil pemikiran penulisnya telah menuai kritik dari para pihak yang kontra sekaligus mendapatkan beragam pujian dari pihak yang pro. Kritik utama dan paling sering diungkap ke hadapan umum adalah keluarbiasaan Fahri sebagai tokoh utamanya. Menurut para pengritik, sosok fahri terlalu sempurna untuk ukuran seorang manusia. Oleh penulisnya, fahri digambarkan sebagai manusia yang taat beragama, cerdas, ulet, sensitif terhadap masalah sosial, pemberani, tegas, baik hati, setia, dan paham ilmu agama. Fahri menjadi seorang mahasiswa yang selalu mendapatkan gelar “luar biasa” selama dia kuliah. Penggambaran tersebut, dianggap oleh para pengritik sebagai sebuah ketidakmungkinan, atau bisa disebut sebagai khayalan tingkat tinggi, sehingga ada salah seorang saudara saya yang membuat tugas tentang ini dengan memberi judul “matinya sang pengarang”.

Bagi masyarakat Indonesia, terutama para pengritik, mungkin sosok seperti fahri masih berupa angan-angan saja, karena mereka belum pernah melihat manusia yang memiliki gambaran seperti Fahri. Bagaimana dengan pendapat penulisnya?
“…bagiku, tokoh Fahri itu justru masih kurang sempurna. Harus aku sempurnakan lagi. Dia harus lebih berjiwa malaikat ketimbang yang sudah ada. Kupikir, orang-orang kita bangsa Indonesia ini menilai fahri terlalu sempurna, karena selama ini mereka tidak pernah disuguhi bacaan dan tontonan dengan kualitas perilaku seperti fahri …”
(http://guahira.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=16&Itemid=47)
itulah pendapat sang penulis terhadap tokoh gambarannya.

Sama halnya pada format buku, film ayat-ayat cinta pun mendapatkan pihak-pihak yang pro dan kontra. Meskipun film resminya belum ditayangkan di bioskop mana pun selain dalam rangka premiernya, tapi kritik dan pujian sudah mulai bermunculan, ada tiga kemungkinan. Pertama, komentator mengomentari dari hanya sebatas yang dia lihat di premier film, yang sebenarnya belum sepenuhnya rampung. Kedua, komentator mengomentari berdasarkan film bajakannya, yang sebenarnya berasal dari premiernya. Ketiga, komentator mengomentari berdasarkan cerita dari orang yang pernah melihat premiernya atau dari film bajakannya.

Kritik-kritik yang muncul lebih kepada ketidaksesuaian film dengan novel. Kritik juga tertuju pada kurang syar'i nya film ayat-ayat cinta. Film yang berasal dari novel ini dikritik sebagai film yang lebih mirip sinetron-sinetron religi yang sering ditayangkan di televisi. Hal yang menarik dalam fenomena film ayat-ayat cinta bukanlah apa yang dikritik oleh para pengritik, tetapi lebih kepada siapa para pengritik.

Pihak pemberi pujian memiliki keanekaragaman jika dibandingkan dengan pihak pemberi kritik. Para pengritik didominasi oleh para manusia yang oleh sebagian masyarakat disebut sebagai aktivis dakwah Islam. Mereka adalah orang-orang yang umumnya beraktivitas dan berjuang serta bertujuan untuk menegakkan syari'at Islam di kalangan masyarakat. Umumnya mereka pun termasuk orang-orang yang pernah membaca novel ayat-ayat cinta. Terlepas dari apakah mereka termasuk para pengritik novel atau pemuji novel, yang jelas mereka menganggap bahwa film ayat-ayat cinta berbeda dengan novel ayat-ayat cinta. Menurut mereka film ayat-ayat cinta tidak layak untuk ditonton karena nilai dakwahnya tidak sebanding dengan novel ayat-ayat cinta, bahkan ada beberapa bagian yang justru dianggap meruntuhkan image aktivis dakwah.

“Ayat-ayat Cinta di proyeksikan untuk Idul Adha, Natal dan Tahun Baru. Bisa kebayang bukan, siapa yang akan menonton film ini.”(http://hanungbramantyo.multiply.com/journal/item/3).
Itulah pandangan pembuat filmnya tentang film ayat-ayat cinta.

Berikut ada kutipan yang isinya adalah “sesuatu” dari salah seorang tokoh penulis yang juga merupakan seorang aktivis dakwah
“Seperti kata seorang teman, "Bisa jadi film itu memang cukup memadai buat sebagian penonton, tahu sendiri selera sebagian besar penonton Indonesia... bisa diukur dari sinetron-sinetron di tivi. Film AAC memang dibuat bukan untuk penonton macam 'kita'".
(http://forum.dudung.net/index.php?topic=2812.285)


sebagai penutup, ada baiknya sebelum kita mengomentari sesuatu, komentarilah terlebih dahulu diri sendiri, sudahkah kita melihat beragam sisi yang sebelumnya belum pernah dilihat? Sudahkah kita melihat apa yang dilihat oleh yang akan kita komentari? Sudahkah kita melihat apa yang subjek komentar kita ingin perlihatkan kepada orang lain? Jika anda menanyakan kembali pertanyaan itu kepada saya, maka jawaban saya adalah “sudah, meskipun tak sempurna”.

Sunday 4 November 2007

belajar (kembali) tentang berdiskusi

Internet telah menjadi seperti sebuah dunia baru bagi sebagian orang. ada banyak kegiatan yang dapat dilakukan di sana. salah satunya adalah berdiskusi. ada banyak situs forum diskusi yang tersebar di berbagai domain dan hosting. Beragam tema yang ditawarkan oleh mereka. Namun terkadang diskusi yang terjadi tidaklah sehat, hal ini mungkin disebabkan oleh banyaknya perbedaan yang dimiliki oleh peserta diskusi, baik perbedaan umur, perbedaan kedewasaan, perbedaan budaya dan lain-lain, meskipun sebenarnya perbedaan-perbedaan tersebut tidak terlalu membawa masalah jika peserta diskusi memahami apa yang dimaksud dengan diskusi.

Nah, agar kita dapat berdiskusi dengan sehat, ada baiknya kita belajar berdiskusi. Namun, sebelum kita belajar diskusi, ada baiknya kita sedikit belajar (kembali) tentang diskusi. Diskusi merupakan salah satu bentuk komunikasi antar manusia. Diskusi berhubungan dengan debat dan dialog, namun ada perbedaan antara ketiganya. Umumnya kekeliruan yang terjadi adalah menyamakan debat dengan diskusi.

Debat adalah kegiatan adu argumentasi antara dua pihak atau lebih, baik secara perorangan maupun kelompok, dalam mendiskusikan dan memutuskan masalah dan perbedaan. Dalam debat hampir selalu ada yang menang dan kalah.

Diskusi adalah sebuah interaksi komunikasi antara dua orang atau lebih/kelompok. Biasanya komunikasi antara mereka/kelompok tersebut berupa salah satu ilmu atau pengetahuan dasar yang akhirnya akan memberikan rasa pemahaman yang baik dan benar.

Diskusi adalah sebuah proses tukar menukar informasi, pendapat, dan unsur unsur pengalaman secara teratur dengan maksud untuk mendapatkan pengertian bersama yang lebih jelas, lebih teliti tentang sesuatu atau untuk mempersiapkan dan merampungkan kesimpulan/pernyataan/keputusan. Di dalam diskusi selalu muncul perdebatan. Debat ialah adu argumentasi, adu paham dan kemampuan persuasi untuk memenangkan pemikiran/paham seseorang.

Pola-Pola Diskusi
Prasaran
  1. Penyajian bahan pokok oleh satu atau beberapa orang pembicara dengan prasaran tertulis (makalah, kertas kerja).
  2. Tanggapan terhadap bahan pokok oleh pembicara lain (penyanggah / pembahas).
  3. Tanggapan peserta diskusi (forum) terhadap bahan pokok.
Ceramah
  1. Seorang / lebih penceramah menguraikan bahan pokok.
  2. Tanggapan, sanggahan atau pertanyaan dari forum untuk meminta penjelasan yang lebih teliti.
Diskusi Panel
  1. Bahan pokok disajikan oleh beberapa panelis. Panelis meninjau masalah dari segi tertentu.
  2. Tanggapan, sanggahan atau pertanyaan forum untuk meminta penjelasan dari panelis.
Brainstorming
  1. Bahan pokok yang dipersiapkan ditawarkan kepada peserta diskusi oleh pimpinan.
  2. Tiap peserta diminta pendapat dan gagasannya. Sebanyak mungkin orang diajak bicara dan setiap ide dicatat.
  3. Berbagai ide disimpulkan dan ditarik benang merahnya. Kesimpulan ini kemudian dijadikan kerangkan pembicaraan dan pembahasan lebih lanjut.

Persyaratan Diskusi

Berkomunikasi dalam kelompok dengan catatan :
  1. Tata tertib tidak ketat.
  2. Setiap orang diberi kesempatan berbicara.
  3. Kesediaan untuk berkompromi.


Bagi peserta diskusi :
  1. Pengertian yang menyeluruh tentang pokok pembicaraan.
  2. Sanggup berpikir bebas dan lugas.
  3. Pandai mendengar, menjabarkan dan menganalisa.
  4. Mau menerima pendapat orang lain yang benar.
  5. Pandai bertanya dan menolak secara halus pendapat lain.

Bagi pemimpin diskusi :
  1. Sikap hati-hati,cerdas,tanggap.
  2. Pandai menyimpulkan.
  3. Sikap tidak memihak.

Ada beberapa persiapan agar diskusi dapat berjalan dengan baik dan sehat. Persiapan dapat dibagi ke dalam 2 hal, yaitu Persiapan tempat dan persiapan diri

Persiapan tempat meliputi : ketenangan, kebersihan, kenyamanan, ketersediaan prasarana

Persiapan diri meliputi : persiapan materi, pemahaman tentang diskusi, informasi-informasi pendukung, kemampuan berlogika, dan kemampuan berkomunikasi.

Ada beberapa kesalahan-kesalahan yang umumnya dilakukan oleh peserta diskusi :
  1. umumnya mendasarkan pendapat pada pendapat umum saja
  2. menutup diri pada informasi baru yang berbeda dengan yang sudah diketahui
  3. taklid pada informasi yang didapat dari orang yang dihormati
  4. salah dalam berlogika sehingga salah dalam mengambil kesimpulan
  5. menyampaikan informasi yang benar secara setengah-setengah

Selain kesalahan-kesalahan di atas masih ada kemungkinan terjadinya kesalahan-kesalahan lain. Agar tidak melakukan kesalahan-kesalahan dalam berdiskusi maka kita perlu melakukan :
  1. Klarifikasi terhadap informasi-informasi yang didapat. Untuk melakukan validasi terhadap informasi yang didapat kita bisa merujuk kepada buku-buku dari para ahli yang berkaitan dengan informasi yang kita dapat atau merujuk pada sumber informasi yang diakui, misalnya kamus ilmiah.
  2. Membuka diri pada beragam paradigma/ sudut pandang terhadap suatu masalah.
  3. Hati-hati terhadap informasi yang didapat, karena bisa jadi itu adalah hoax. hoax adalah berita bohong tentang sesuatu hal. terkadang hoax hampir mirip dengan kebenaran, bahkan ada pula bagiannya yang memang sebuah kebenaran.
  4. Tidak menjadikan pendapat umum sebagai sebuah kebenaran.
  5. Mencari padanan kata terhadap istilah yang didiskusikan. Pencarian padanan kata bisa juga dari bahasa lain yang dianggap sebagai bahasa asal dari istilah yang didiskusikan.
  6. Tidak menjadikan informasi yang meragukan sebagai dasar opini.
  7. Menyampaikan sumber informasi yang jelas dari setiap informasi yang kita sampaikan.
  8. Menyampaikan bukti-bukti konkrit dari opini yang kita sampaikan.
  9. Tidak melakukan generalisasi terhadap hal-hal yang tidak bisa digeneralisasi.
====================
Tulisan di atas merupakan pengantar dalam materi Simulasi Diskusi yang merupakan bagian dari kegiatan rekrutmen cakru UKPM birama Unikom materi tersebut disampaikan pada 3 November 2007